Info!! Merestorasi Kemampuan ‘Anti Submarine Warfare’ Tni Al

Selama Perang Dingin, skuadron kapal selam US Navy mengkhususkan diri untuk mencapai keunggulan dalam Anti Submarine Warfare (ASW) melawan Uni Soviet. Tetapi dengan runtuhnya Soviet, ASW menjadi operasi yang tidak relevan lagi dalam konflik maritim modern. Berakhirnya Perang Dingin pada tahun 1991, peperangan ASW pada umumnya banyak diabaikan oleh angkatan bahari seluruh dunia, termasuk Tentara Nasional Indonesia AL.

Pengurangan jumlah unsur ASW terjadi dan pemutakhiran iman ASW terabaikan. Namun meningkatnya intensitas peperangan bahari yang tinggi, peperangan Anti Kapal Selam (AKS) mulai dikembalikan menjadi jenis peperangan yang sanggup memilih pengendalian bahari dalam memenangkan pertempuran.

Teknologi AKS, pendorongan kapal selam dan semakin majunya persenjataan kapal selam menimbulkan suatu unsur AKS menjadi pilihan, dari yang semula single mission menjadi multi mission. Efisiensi menggantikan efektivitas. Pengadaan heli AKS AS Panther 565 MBE memperlihatkan bahwa Tentara Nasional Indonesia AL juga berusaha mengembalikan kemampuan AKS dalam menjaga perairan kedaulatan Indonesia. Dan ini harus diikuti dengan pengembangan iman ASW beserta sumber daya dan infrastruktur yang mendukung.

 Trend Peperangan AKS 
 skuadron kapal selam US Navy mengkhususkan diri untuk mencapai keunggulan dalam  INFO!! Merestorasi Kemampuan ‘Anti Submarine Warfare’ Tentara Nasional Indonesia ALPoseidon P-8C US Navy lepaskan torpedo [wikimedia]

US Navy yang merupakan angkatan bahari adikuasa ketika ini juga mengalami hal yang serupa. Mereka melaksanakan efisiensi dalam menyebarkan kekuatan ASW dengan pertimbangan anggaran operasi, biaya perawatan dan kemampuan memperlihatkan multiplier effects. Walaupun berkurang secara kuantitas namun kualitas alutsista yang lebih modern, berteknologi tinggi dan mengedepankan multi mission. Misalnya, 24 buah Poseidon P-8C menggantikan 200 P3C Orion Sub Hunters.

Misi yang sanggup dilaksanakan oleh Poseidon pun lebih beragam, mencakup ASW, ASUW, penugasan maritim lainnya termasuk melaksanakan pengamatan litoral dengan sensor dan senjata sebagai kekuatan pemukul. Skuadron heli pun juga mengalami efisiensi yang menitik beratkan dari konsep single mission menjadi multi mission. Sebagai rujukan ialah peralihan dari heli ASW SH-60B/F Seahawks mulai digantikan kiprahnya oleh MH-60R dengan misi yang bermacam-macam di teater maritim.

Bersamaan dengan itu, perspektif operasional dikurangi menjadi pendekatan taktis dan teknologi murni untuk ASW. Dalam pandangan lain bahwa efisiensi jauh lebih penting daripada efektivitas tempur, sehingga jumlah platform ASW semakin berkurang namun dengan kualitas meningkat. Sehingga bisa ditebak bahwa frekuensi dan kualitas training ASW terus menurun dan cenderung dilupakan.

Secara historis, ASW ialah prasyarat dalam memproyeksikan kekuatan ke pantai musuh dan mengamankan jalur kemudian lintas komersial dan militer baik bahari terbuka maupun perairan litoral. Dengan berkembangnya teknologi pendorongan, persenjataan, sensor dan sistem komando pengendalian, cakupan ASW jauh lebih luas alasannya ialah kapal selam modern memperlihatkan ancaman besar tidak hanya kapal perang dan kapal dagang untuk bertahan hidup, tetapi juga rudal balistik bisa memperlihatkan ancaman ke pangkalan militer, pelabuhan, instalasi di darat dan pusat-pusat ekonomi dan militer.

Dalam peperangan bahari berintensitas tinggi, pengendalian bawah bahari hanya sanggup dicapai dengan cara menghancurkan atau menetralisir ancaman kapal selam dan ranjau. Pengendalian ini menjadi bab integral dan tak terpisahkan dari kiprah kapal permukaan dan unsur udara. Sehingga, dalam suatu operasi pengendalian bahari secara penuh akan selalu melibatkan pengendalian di ketiga medium tersebut, udara, bahari dan bawah permukaan laut. Tugas dari angkatan bahari ialah mendapat dan mempertahankan pengendalian bahari di suatu mandala perang bahari tersebut.

 Perkembangan Doktrin ASW 
 skuadron kapal selam US Navy mengkhususkan diri untuk mencapai keunggulan dalam  INFO!! Merestorasi Kemampuan ‘Anti Submarine Warfare’ Tentara Nasional Indonesia ALKapal selam Scorpene India [asia defense news]

Di sisi lain, iman ASW dalam konsep peperangan di bahari menjadi salah satu komponen peperangan maritim bersama dengan peperangan ranjau, pertahanan udara dan rudal, perang anti kapal permukaan dan untuk proteksi gugus tugas. Dalam melindungi gugus kiprah dalam konvoi ini, ASW mempunyai tujuan defensif dan merupakan bab integral dari taktik penangkalan dan proteksi tabir dalam operasi bahari gabungan.

Di tingkat taktis, ASW sanggup dipakai dalam kombinasi dari tindakan ofensif dan defensif, ibarat melindungi konvoi atau tabir dan sekaligus mempertahankan daerah pendekatan ke pangkalan musuh dengan melaksanakan penyerangan dan pengendalian laut.

Setelah sempat turun trend-nya, kapal selam kembali dianggap sebagai ancaman serius bagi keamanan nasional. Namun sifat ancaman kapal selam berubah, bahwa metode pertempuran ASW berbasis sensor tradisional melawan kapal selam sudah mulai ditinggalkan alasannya ialah tidak sanggup lagi menjamin kemenangan.

Tenggelamnya korvet Korea Selatan tahun 2010 oleh kapal selam Korea Utara yang kuno dan diduga lama memperlihatkan satu fakta persepsi yang tak sanggup dipungkiri bahwa apapun jenis kapal selam tidak peduli seberapa bau tanah dan tidak canggih, namun sanggup menenggelamkan hampir semua kapal permukaan. Intinya ialah untuk menemukan kapal selam ialah sangat sulit atau bisa terkadang hampir tidak mungkin.

Untuk menanggapi ancaman gres ini, sebuah pendekatan gres muncul pada tahun 2005, yang kemudian dikenal sebagai iman "Full-Spectrum ASW". Doktrin ini diadopsi dengan menerapkan pendekatan yang lebih holistik untuk memecahkan dilema kapal selam. Konsep gres ini menjelaskan bagaimana iman dikembangkan, dengan cita-cita bahwa pemahaman konsep yang lebih menyeluruh akan mengarah pada implementasi yang lebih baik.

Metode ASW modern mulai dibuat ulang melalui Latihan Rim of the Pacific (RIMPAC) pada tahun 2004 dengan memperlihatkan kekuatan ASW dianggap unggul melawan kapal selam. Dan ini merupakan fakta yang luar biasa, mengingat bahwa kekuatan ASW bekerjsama sulit mendeteksi kapal selam.

Latihan RIMPAC tersebut gres saja melaksanakan taktik yang terbukti efektif dalam peperangan ASW. Intinya, sebagian besar acara ASW difokuskan untuk mendeteksi, melokalisasi, dan “menghancurkan” kapal selam musuh dengan sumbangan unsur udara dan teknologi sensor yang modern. Dari RIMPAC tersebut, pertanda bahwa iman ASW berubah dari iman “ketidakpastian” menjadi “efektivitas”.

Doktrin operasional ASW berfokus pada pengembangan konsep operasional yaitu secara garis besar penggunaan unsur permukaan ASW, bawah permukaan dan udara untuk mencapai pengendalian bawah air yang diinginkan dari ASW sebagai bab dari pengendalian laut. Doktrin ASW yang baik dihentikan didasarkan hanya pada satu konsep operasional, alasannya ialah beberapa konsep atau iman mempunyai fleksibilitas.

Pada penggunaan ASW di perairan litoral serta di bahari terbuka, angkatan bahari harus memasukkan konsep operasional ASW dalam penggunaan senjata tempur secara terintegrasi dengan angkatan lain. Misalnya, Angkatan Udara sanggup membantu serangan udara eksklusif (SUL) untuk menyerang pangkalan kapal selam musuh dan akomodasi terkait serta kodal musuh dan Angkatan Darat dan Pasukan khusus sanggup mendukung perjuangan ASW dengan memanfaatkan basis kapal selam musuh dengan melaksanakan sabotase.

 Ancaman Kapal Selam 
 skuadron kapal selam US Navy mengkhususkan diri untuk mencapai keunggulan dalam  INFO!! Merestorasi Kemampuan ‘Anti Submarine Warfare’ Tentara Nasional Indonesia ALKRI Nagapasa 403 [maritim news]

Perkembangan teknologi pada kapal selam konvensional yang dioperasikan di bahari litoral menjadi ancaman paling serius di banding dengan kapal selam nuklir yang biasanya beroperasi di bahari dalam atau samudra.

Jika dibandingkan dengan perang dunia, meskipun jumlah keseluruhan kapal selam menurun dalam dua dekade terakhir, namun kemampuan dalam hal jarak jangkau, daya tahan, kesenyapan dan keragaman senjata telah meningkat pesat. Kapal selam konvensional modern sanggup menggantikan kiprah kapal selam nuklir yang mempunyai keterbatasan dalam kesenyapan dan kekurangan efektivitas operasi di perairan litoral atau bahari dangkal.

Di daerah regional, pengembangan kekuatan kapal selam memperlihatkan peningkatan yang cukup signifikan, yang artinya juga potensi ancaman bawah air juga meningkat. AL Malaysia melengkapi skuadron kapal selam kelas Scorpene, Vietnam membeli kapal selam kelas Kilo, Singapura melengkapi 4 kelas Challenger dengan suplemen 2 kelas Archer yang telah dimodernisasi dengan penambahan AIP dan Australia mulai merencanakan untuk menggantikan kelas Collins dengan kapal selam yang lebih canggih.

Di daerah global, US Navy semenjak 2007 sudah mengoperasikan kapal selam pemukul sejumlah 53 buah terdiri dari 47 kelas Los Angeles dan 3 kelas Seawolf dan 3 kelas Virginia. Cina dan India juga mulai memperkenalkan dan mengoperasikan kapal selam canggih termasuk kapal selam nuklir.

Memperhatikan perkembangan potensi ancaman ASW di regional dan global, tentunya Indonesia dalam hal ini Tentara Nasional Indonesia AL juga perlu berpikir dalam perimbangan kekuatan (Balancing Power) dalam “perlombaan senjata” (Arms Racing) ini. Doktrin ASW yang telah berubah dan berkembang pesat perlu diikuti dengan konsep pengembangan kekuatan ASW, baik dari kapal perang, kapal selam maupun unsur udara. Hal ini bertujuan ini untuk memperlihatkan imbas penggentar, penyeimbang kekuatan dan memastikan stabilitas keamanan di daerah yang menjadi yurisdiksi dan kedaulatan Indonesia.

 Kekuatan ASW Indonesia 
 skuadron kapal selam US Navy mengkhususkan diri untuk mencapai keunggulan dalam  INFO!! Merestorasi Kemampuan ‘Anti Submarine Warfare’ Tentara Nasional Indonesia ALHarbin Z-9C melepaskan torpedo A-244S

Dalam kekuatan ASW, kapal selam ialah platform ASW angkatan bahari yang utama. Selain pencarian dan pemukul kapal selam musuh, mereka juga sanggup melaksanakan misi lainnya, ibarat pengamatan, pengintaian, perang anti-permukaan, penyebaran ranjau, penyerangan terhadap target obyek vital di darat dan penyusupan pasukan khusus. Sampai ketika ini, Tentara Nasional Indonesia AL mempunyai 2 kapal selam kelas 209 dan dalam proses penambahan 2 kapal selam kelas Changbogo hingga dengan tahun 2018. Jumlah pesawat patroli maritim bahari terus berkurang semenjak 1991.

Setelah NOMAD di grounded alasannya ialah keterbatasannya, ketika ini, Tentara Nasional Indonesia AL hanya bisa mengerahkan tiga buah CN 235 dan 2 CASA PATMAR, dengan dalam ASW yang terbatas. Jarak jangkau, endurance dan ketergantungan pangkalan di darat, menimbulkan CN 235 dan CASA PATMAR juga terbatas dalam operasi di luar pangkalan. Untuk mengatasinya ialah penggunaan heli ASW organik kapal permukaan. Namun, ketika ini Tentara Nasional Indonesia AL tidak mempunyai skuadron ini semenjak WASP di-grounded. Heli jenis BO-105 dan Bell-412 bukan merupakan heli yang mempunyai misi ASW.

Untuk menggantikannya, Tentara Nasional Indonesia AL akan diperkuat oleh Heli ASW jenis Panther AS 565 MBe. Tentara Nasional Indonesia AL pun berencana untuk memakai helikopter ini menjadi platform yang multimission yang sesungguhnya. Karena secara mendasar heli ASW tidak hanya mempunyai misi tunggal saja, namun bisa dipakai melaksanakan misi-misi lain.

Sedangkan unsur kapal perang, Tentara Nasional Indonesia AL mempunyai beberapa kelas yang mempunyai kemampuan ASW, antara lain 6 Frigat kelas AMY, 3 kelas TOM, 2 kelas REM; kemudian 4 Korvet kelas Diponegoro, 4 kelas Fatahillah, 12 kelas Parchim; serta 2 KCT kelas Singa. Termasuk 2 kelas PRE yang sanggup dipakai untuk operasi ASW terbatas.

Kemampuan SEWACO kemampuan ASW yang dimiliki kapal-kapal tersebut juga telah mengalami degradasi. Variabel Depth Sonar (VDS) di kelas AMY sudah tidak sanggup dioperasikan, kemampuan sonar kapal-kapal kelas Fatahillah dan Parchim sudah menurun dengan deteksi akustik terbatas.

Persenjataan ASW juga tidak memperlihatkan peningkatan yang signifikan. Penambahan jumlah unsur permukaan ASW tidak diikuti dengan sistem perawatan torpedo dan pengadaan torpedo secara efisien namun masif. Komando dan pengendalian dalam peperangan ASW juga memperlihatkan kemunduran, dengan ditunjukkan berkurangnya frekuensi pelaksanaan latihan ASW yang melibatkan kapal permukaan, kapal selam dan unsur udara secara kompleks dan terintegrasi.

Keterbatasan kesiapan alut sista dan kemampuan SEWACO juga memperlihatkan efek kemunduran tersebut. Lebih ancaman lagi ialah kemunduran tingkat profesionalisme pengawak baik di kapal permukaan, kapal selam dan unsur udara.

 Teknologi ASW 
 skuadron kapal selam US Navy mengkhususkan diri untuk mencapai keunggulan dalam  INFO!! Merestorasi Kemampuan ‘Anti Submarine Warfare’ Tentara Nasional Indonesia ALIlustrasi helikopter dengan peralatan ASW [helras]

Teknologi kapal selam modern membutuhkan sistem pendeteksian yang juga modern. Unsur permukaan ASW ketika ini, baik frigat maupun korvet, hanya mempunyai Hull Mounted Sonar (HMS) yang dilengkapi juga dengan persenjataan dengan jarak jangkau terbatas. Pengadaan Towed Array Sonar (TAS), Dipping Sonar dan Low Frequency Active Sonar (LOFAS) ialah suatu kewajiban bagi Indonesia dalam menyebarkan kekuatan deteksi ASW.

Pengadaan kekuatan ASW yang modern ialah keharusan. Tentara Nasional Indonesia AL harus bisa meningkatkan kemampuan ASW yang sangat kurang dengan meningkatkan sensor dan senjata yang modern.

Pengadaan heli Panther ini ialah salah satu milestone dalam langkah perkuatan kemampuan ASW. Diharapkan Panther ini sanggup mengisi kekosongan yang telah lama ditinggalkan oleh WASP dan menjadi pelecut dalam menyebarkan doktrin, operasi dan latihan terintegrasi dan memperlihatkan interoperability demi meningkatkan profesionalisme pengawak Tentara Nasional Indonesia AL dalam sektor peperangan ASW.

Para pemimpin angkatan bahari percaya, jikalau retorika ini dipahami secara harfiah, teknologi gres yang dibawa oleh Panther akan memungkinkan operasi yang menjadi game changer melawan kapal selam musuh. Konsep operasi ASW yang mengedepankan pemanfaatan teknologi yang canggih akan memungkinkan kita memanfaatkan keunggulan tersebut, sehingga sanggup menekan, menemukan, mengidentifikasi, melacak dan memukul kapal selam musuh.

Penggunaan heli ASW pun akan mengubah mindset ASW dari awfully slow warfare menjadi peperangan ASW lebih cekatan dan efisien dalam konteks waktu. Walaupun pernyataan tersebut bertentangan dengan sifat sejati ASW, namun pentingnya teknologi dihentikan diremehkan dan terang adanya kemajuan teknologi mengubah karakteristik ASW.

Oleh : Letkol Laut (P) Dickry Rizanny N., MMDS
Penulis ialah lulusan AAL tahun 1998, ketika ini berdinas di Srena Koarmatim.

  Maritim News  

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Info!! Merestorasi Kemampuan ‘Anti Submarine Warfare’ Tni Al"

Post a Comment