Info!! Perilaku Menhan Tak Silau Dengan Senjata Buatan As Sudah Tepat
Indonesia berminat nambah pesawat F16 [Lockheed Martin] ●
Menteri Pertahanan Republik Indonesia Ryamizard Ryacudu mendapatkan kedatangan Menteri Pertahanan AS Jim Mattis. Mereka membahas kolaborasi pertahanan dan soal terorisme. AS juga mengatakan untuk menjual persenjataan canggihnya pada AS.
Namun Menhan Ryamizard terlihat tak terlalu antusias untuk memborong aneka alutsista dari Amerika Serikat. Menhan menyebut F-16 memang penting, tapi tak perlu terlalu banyak. Karena ketika ini bahaya terbesar justru tiba dari terorisme.
“Yang alutsista yang mutakhir itu perlu juga tapi enggak banyak-banyak, kita mau perang sama siapa? Kita perangnya sama teroris,” ujar Ryamizard, Senin (22/1) lalu.
Menhan menyebut perlu ada hitung-hitungan budget dulu sebelum Indonesia memutuskan membeli pesawat dari AS. “Ya kalau ada duitnya,” imbuhnya.
Pengamat Militer Universitas Padjajaran Muradi menilai perilaku Menhan Ryamizard tak silau dengan senjata buatan AS memang tepat. Dalam penjualan senjata, ada dua hal yang dinilai merugikan Indonesia. Pertama AS selalu mendikte negara pembeli dengan aneka syarat. Kedua, AS pun pelit dalam proses transfer teknologi atau ToT.
“Ke AS itu kita hanya membeli saja, tak sanggup ilmu atau teknologi apa-apa dari AS. Syaratnya pun menciptakan kita tidak nyaman. Misal tidak boleh dipakai di Papua atau di Aceh,” kata Muradi.
Muradi menambahkan berbeda dengan AS, pembelian senjata dari negara lain selalu diikuti dengan transfer teknologi. Sebagai negara berkembang, ini yang diharapkan Indonesia untuk meningkatkan kualitas produksi dalam negeri. Selama ini Indonesia mendapatkan ToT dari Korea, Brazil, Turki atau Swedia.
Tindakan Indonesia yang membeli Sukhoi ke Rusia juga ternyata menciptakan AS tak suka. Namun Muradi malah melihat ini sebagai bargaining menguntungkan untuk Indonesia. Membuka mata mereka jikalau AS tak mau menurunkan syarat dan harga persenjataan mereka, dengan gampang Indonesia akan menentukan negara lain.
“Kalau aku jadi menhan, aku pun akan bersikap serupa soal ini untuk bargaining,” kata Muradi.
Namun Muradi juga melihat ada sejumlah hal positif dengan kedatangan menteri pertahanan AS ke Indonesia. Selain kolaborasi pertahanan, ia melihat kunjungan ini juga sanggup mencairkan korelasi Indonesia-AS yang kemarin sempat menghangat ketika Panglima Tentara Nasional Indonesia Jenderal Gatot Nurmantyo ditolak masuk AS.
“Yang perlu ditingkatkan lagi yaitu soal kolaborasi dalam operasi militer selain perang. Misalnya penanggulangan bencana,” kata dia.
Menteri Pertahanan Republik Indonesia Ryamizard Ryacudu mendapatkan kedatangan Menteri Pertahanan AS Jim Mattis. Mereka membahas kolaborasi pertahanan dan soal terorisme. AS juga mengatakan untuk menjual persenjataan canggihnya pada AS.
Namun Menhan Ryamizard terlihat tak terlalu antusias untuk memborong aneka alutsista dari Amerika Serikat. Menhan menyebut F-16 memang penting, tapi tak perlu terlalu banyak. Karena ketika ini bahaya terbesar justru tiba dari terorisme.
“Yang alutsista yang mutakhir itu perlu juga tapi enggak banyak-banyak, kita mau perang sama siapa? Kita perangnya sama teroris,” ujar Ryamizard, Senin (22/1) lalu.
Menhan menyebut perlu ada hitung-hitungan budget dulu sebelum Indonesia memutuskan membeli pesawat dari AS. “Ya kalau ada duitnya,” imbuhnya.
Pengamat Militer Universitas Padjajaran Muradi menilai perilaku Menhan Ryamizard tak silau dengan senjata buatan AS memang tepat. Dalam penjualan senjata, ada dua hal yang dinilai merugikan Indonesia. Pertama AS selalu mendikte negara pembeli dengan aneka syarat. Kedua, AS pun pelit dalam proses transfer teknologi atau ToT.
“Ke AS itu kita hanya membeli saja, tak sanggup ilmu atau teknologi apa-apa dari AS. Syaratnya pun menciptakan kita tidak nyaman. Misal tidak boleh dipakai di Papua atau di Aceh,” kata Muradi.
Muradi menambahkan berbeda dengan AS, pembelian senjata dari negara lain selalu diikuti dengan transfer teknologi. Sebagai negara berkembang, ini yang diharapkan Indonesia untuk meningkatkan kualitas produksi dalam negeri. Selama ini Indonesia mendapatkan ToT dari Korea, Brazil, Turki atau Swedia.
Tindakan Indonesia yang membeli Sukhoi ke Rusia juga ternyata menciptakan AS tak suka. Namun Muradi malah melihat ini sebagai bargaining menguntungkan untuk Indonesia. Membuka mata mereka jikalau AS tak mau menurunkan syarat dan harga persenjataan mereka, dengan gampang Indonesia akan menentukan negara lain.
“Kalau aku jadi menhan, aku pun akan bersikap serupa soal ini untuk bargaining,” kata Muradi.
Namun Muradi juga melihat ada sejumlah hal positif dengan kedatangan menteri pertahanan AS ke Indonesia. Selain kolaborasi pertahanan, ia melihat kunjungan ini juga sanggup mencairkan korelasi Indonesia-AS yang kemarin sempat menghangat ketika Panglima Tentara Nasional Indonesia Jenderal Gatot Nurmantyo ditolak masuk AS.
“Yang perlu ditingkatkan lagi yaitu soal kolaborasi dalam operasi militer selain perang. Misalnya penanggulangan bencana,” kata dia.
★ Merdeka
0 Response to "Info!! Perilaku Menhan Tak Silau Dengan Senjata Buatan As Sudah Tepat"
Post a Comment