Info!! Di Balik Seragam-Seragam Loreng Yang Tak Pernah Disetrika

ara tentara ini sudah meniatkan diri untuk meninggalkan problem pribadinya di kawasan asal  INFO!! Di Balik Seragam-seragam Loreng yang Tak Pernah DisetrikaTentara penjaga perbatasan RI-PNG sedang berpatroli. [Danu Damarjati/detikcom]

P
ara tentara ini sudah meniatkan diri untuk meninggalkan problem pribadinya di kawasan asal sebelum berangkat ke tapal batas Indonesia-Papua Nugini, yakni di Merauke. Hal-hal yang biasa ada di rumah, sekarang terpaksa dihilangkan, dari mulai yang remeh menyerupai baju tak disetrika, hingga konsekuensi yang cukup berat menyerupai ninggal anak bayi, hingga ninggal pacar.

Sore usai berpatroli menyusuri rawa-rawa di sekitar sungai, para serdadu ini beristirahat di markas mereka, Pos Komando Taktis (Poskotis) Kaliwanggo, Erambu, Merauke, Papua, Sabtu (13/5/2017). Mereka ini ialah personel Satuan Tugas (Satgas) Pamtas dari Batalyon Infanteri Para Raider 503/Mayangkara. Markas orisinil mereka ada di Mojokerto Jawa Timur, namun mereka bertugas di Merauke sudah semenjak Maret lalu.

Kawasan ini tak terjangkau listrik PLN, maka sumber listrik berasal dari sel surya dan genset yang mereka pasang. Sel surya tentu sangat bergantung pada cuaca. Bila hari didominasi cuaca mendung, maka genset diaktifkan.

"Kalau mendung kayak gini, solar cell nyedot banyak. Kadang tengah malam saja sudah mati listrik," kata Komandan Seksi Markas, Sersan Kepala (Serka) Iwan Kurnia Pamungkas (33) sambil duduk di depan barak.

Agar listrik sel surya tidak cepat habis dan agar penggunaan genset tidak terlalu boros, mereka harus pintar-pintar memanfaatkan listrik. Setrum hanya dipakai untuk yang penting-penting saja, termasuk mengecas ponsel agar dapat dipakai untuk jalan masuk Wifi satelit jikalau ada kesempatan. Penggunaan pemanas elektrik dan setrika sungguh sangat tidak disarankan.

"Listriknya nggak kuat. Setrika, kita nggak bisa," kata laki-laki asal Grobogan ini.

Maka seragam-seragam loreng para serdadu perbatasan ini tak pernah disetrika. Yang penting baju dicuci bersih. Seragam yang tidak disetrika agaknya menjadi lambang militansi para laki-laki patriotik ini.

"Udah nggak perlu setrika di sini. Karena kita... Ya sudah, seadanya, dijemur, lipat, rapikan, taruh di lemari. Militansi kiprah di hutan ya kayak gini," ujar Iwan.

Kami dari detikcom menelusuri barak dan ruang-ruang mereka. Sesampainya di ruang makan, nampak beberapa prajurit sedang menikmati sayur lodeh yang mereka masak sendiri. Tiba-tiba gelap menyergap, listrik mati di petang ini. Kabarnya alasannya ialah ada yang menyalakan pengeras bunyi di masjid. Entah bagaimana nasib prajurit yang kadung menyendok sayur lodeh itu, suasana gelap.

Hidup di sebelah timur Taman Nasional Wasur ini menuntut pembiasaan dan siasat jitu. Soal air bersih, kebutuhan dasar manusia, mereka memanfaatkan air Kali Wanggo yang disedot melalui pipa hingga ke barak. Air sungai itu dipakai untuk mandi hingga mencuci. Untuk kebutuhan minum, air sungai ini perlu disaring dulu melalui proses osmosis terbalik (RO), ada alatnya di Pos ini.

Meski begitu, mereka tak berani terlalu sering minum dari air sungai yang diproses lewat perangkat RO itu. Bagaimanapun juga, air sungai dan rawa itu berdasarkan mereka masih mengandung kapur. "Kayak anggota Satgas kemarin itu, gres berapa bulan minum air itu, ia kena ginjal. Ya kesudahannya kita beli air minum kemasan dari Sota (jaraknya sekitar 40 Km lewat jalan rusak) untuk minum. RO untuk masak, kita imbangi," tutur Sersan Dua (Serda) Sukamto (33).

ara tentara ini sudah meniatkan diri untuk meninggalkan problem pribadinya di kawasan asal  INFO!! Di Balik Seragam-seragam Loreng yang Tak Pernah DisetrikaBarak kawasan para tentara tidur. [Danu Damarjati/detikcom]

Menyusuri barak tentara di sini, ada botol-botol air mineral 1.500 ml di bersahabat kolong ranjang susun. Lemari-lemari berjejer. Kelambu-kelambu terpasang. Ada senapan-senapan ditegakkan di antara ranjang-ranjang itu. Kotak amunisi tak jauh dari situ.

Di sisi luar bersahabat kamar mandi, ada pakaian-pakaian dijemur. Melangkah ke pinggir, ada dapur dengan tungku. Dapur ini tidak dilengkapi kompor gas, melainkan kayu bakar. Di sinilah mereka memasak.

Para personel ini terdiri dari pria-pria lajang dan para kepala keluarga. Di barak ini, rasa kangen dengan keluarga di rumah niscaya ada. Rindu ini menyelip di antara tugas-tugas patroli, pelatihan teritorial, dan perbicangan di halaman pos.

Iwan mengakui hal ini. Bahkan Iwan sendiri harus meninggalkan anak bayinya di Mojokerto. "Saya berangkat ke sini ketika umur anak saya sembilan bulan. Sekarang istri saya setiap hari mengirim foto anak saya sambil melepas kangen," tuturnya.

Di Markas di Mojokerto, ada Komando Rumah (Korum) yang bertugas membina keluarga mereka. Mereka bakal terus dalam naungan Komando Rumah hingga sang suami kembali ke Mojokerto, kemungkinan pada Desember nanti, namun waktunya dapat diperpanjang tergantung penugasan.

Ada tentara muda di pojok dingklik ini, namanuya Prajurit Dua (Prada) Mar'ie Abdullah. Usianya 23 tahun, orisinil Brebes. Dia memang bujangan, namun ia sudah punya pacar. Konsekuensi sebagai tentara, ia haru meninggalkan pacarnya di Brebes.

"Kalau kangen, paling videocall lewat handphone, begitu saja," kata Mar'ie.

Dia tak terlalu risau dengan keteguhan cinta pasangannya di Pulau Jawa selama ditinggal kiprah di Merauke. Tak ada rasa takut ditinggal pacar selingkuh. Dia yakin pacarnya bakal sabar, malah berbesar hati, menahan kerinduan ini.

"Memang, jadi tentara ada senangnya dan ada tidaknya. Kalau nggak senangnya, barangkali pasangan kita harus siap ditinggal pergi tugas. Tapi senangnya, ya siapa sih yang nggak bangga punya calon suami tentara?" ujar Mar'ie, patriotik. Bagi dia, kiprah menjaga kesatuan negara ialah kiprah mulia.

Yang paling mereka syukuri di batas timur negara ini ialah kondisi aman. Di sini ialah perbatasan yang cukup jarang terjadi pelanggaran dan gejolak gangguan keamanan. Meski tetap, mereka selalu meragukan adanya acara pembalakan ilegal, penambangan ilegal, hingga bergesernya batas negara. Paling-paling peredaran minuman keras (miras) yang mereka pergoki ada di sini. Razia terhadap mobil-mobil yang melintas di Jalan Trans Papua sering mereka gelar, termasuk malam ini ketika detikcom berkunjung.

Kini mereka sedang berusaha melebur bersama masyarakat sekitar. Selama ini, mereka tak mencicipi ada hambatan dalam berinteraksi dengan warga Merauke. "Di sini mereka secara umum dikuasai ber-Bahasa Indonesia," ujar Iwan.

  ★ detik  

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Info!! Di Balik Seragam-Seragam Loreng Yang Tak Pernah Disetrika"

Post a Comment