Info!! Terkesan Ketika Pasang Rudal Buatan Rusia Meski Harus Bertaruh Nyawa
✈ Ir Kartiko Ardi Widodo MT punya keahlian yang hanya dimiliki segelintir orang di Indonesia. Selama 23 tahun, beliau dipercaya memasang peluru kendali (rudal) untuk kapal-kapal perang. 
[Ermawati]
Foto Presiden RI ke-3, B.J. Habibie, terpampang di ruang kerja Ir Kartiko Ardi Widodo MT di ruang Perkumpulan Pengelola Pendidikan Umum dan Teknologi Nasional (P2PUTN) di Jalan Tenes, Kota Malang. Keberadaan foto itu seakan-akan memperlihatkan betapa kagumnya Kartiko pada sosok presiden berlatar belakang ilmuwan tersebut.
Apalagi Kartiko menggeluti bidang yang hampir sama dengan Habibie. Bila Habibie dikenal sebagai mahir pesawat terbang, maka Kartiko merupakan ahlinya kapal perang. Secara khusus, laki-laki 49 tahun ini punya keahlian memasang rudal pada kapal-kapal perang.
Ada sejumlah kapal perang milik Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (AL) yang pernah beliau garap. Di antaranya, Kapal Republik Indonesia (KRI) Hiu, KRI Layang, KRI Todak, KRI Abdul Halim Perdanakusuma, KRI Yos Sudarso, KRI Diponegoro, KRI Hasanuddin, sampai KRI Oswald Siahaan.
Jenis maupun asal rudal itu pun beragam. Di antaranya, rudal Exocet buatan Prancis yang pernah beliau pasang untuk KRI Diponegoro dan KRI Hasanuddin, sampai rudal Yakhont buatan Rusia yang beliau pasang untuk KRI Owa.
Yakhont sekaligus menjadi rudal terbesar yang pernah dipasang oleh Kartiko. Rudal itu mempunyai panjang 9 meter dengan berat sekitar 3 ton.
Sementara daya jangkauannya mencapai 300 kilometer dengan kecepatan 750 meter per detik atau 2,5 kali kecepatan suara. ”Ini (rudal Yakhont) yakni teristimewa yang pernah saya kerjakan,” ujar dosen Teknik Elektro Institut Teknologi Nasional (ITN) Malang ini.
Tak melulu di dalam negeri, Kartiko juga dipercaya menjadi mahir pemasang rudal untuk sejumlah kapal perang milik negara lain. Di antaranya, Belanda menjadi negara yang paling sering memanfaatkan jasanya.
Kartiko pernah menggarap pemasangan rudal untuk kapal selam Schelde Naval Vlissingen milik Angkatan Laut Belanda. Selain itu, Kartiko juga menjadi mahir pemasangan rudal untuk kapal perang milik Selandia Baru, Swiss, Prancis, sampai Brasil.
Tak semua orang yang punya kesempatan dan mendapat iktikad untuk menjadi pemasang rudal. Sebuah profesi yang dulunya sempat tidak terpikirkan oleh Kartiko.
Pria kelahiran Malang, 27 Juli 1968, ini mengaku punya harapan menjadi dokter. Tapi, menamatkan studinya di SMAN 3 Malang pada 1987 silam, beliau malah menentukan untuk kuliah di Jurusan Teknik Elektro Universitas Brawijaya (UB). ”Niatnya iseng sih. Tapi, balasannya keterima dan lama-lama menyukainya,” ujar dia.
Setelah lulus kuliah, Kartiko sempat bekerja di pecahan produksi PT Astra. Tapi, hanya setahun berada di sana, Kartiko mendapat kesempatan untuk bekerja di Badan Pengendali Industri Strategis (BPIS) Negara. Tak lama, beliau lantas ditempatkan di PT PAL Indonesia (Persero) di Surabaya.
Di PT PAL Surabaya, Kartiko meniti karirnya dari posisi paling bawah. Dia menjadi teknisi pada 1993–1996. Spesialisasinya yakni bidang elektronika, navigasi, dan telekomunikasi.
Dalam perjalanannya, beliau mulai terlibat sebagai teknisi di beberapa proyek pemerintah. Mulai pengeboran lepas pantai, pengeboran darat, pembangkit listrik, kapal niaga, dan kapal tanker.
Selama bekerja di PT PAL, Kartiko mendapat kesempatan untuk mengikuti aktivitas transfer of technology (ToT) di luar negeri. Dia mengambil spesialisasi untuk sistem persenjataan, khususnya rudal.
Kartiko masih ingat, ToT pertamanya digelar di Jerman pada 1994 silam. Seleksinya cukup ketat alasannya diikuti 100 orang warga negara Indonesia (WNI). ”Kebanyakan mereka lulusan luar negeri. Dari 100 orang itu, hanya dipilih lima orang. Salah satunya saya,” ungkapnya.
Sejak 1994 itu, ada beberapa ToT yang beliau ikuti. ToT itu menciptakan Kartiko punya keahlian dan kemampuan yang komplet sebagai engineer pemasang rudal. Di antaranya, penguasaan sistem komunikasi, rekayasa perangkat lunak, aeromaritime, sampai sensor terpadu sistem tempur.
Menjadi spesialis rudal, kata Kartiko, memang harus memahami banyak hal. Seorang mahir rudal yang baik dituntut untuk menguasai disiplin ilmu lainnya. Mulai dari mekanika, konstruksi, ilmu komputer, ilmu jaringan komputer, ilmu geodesi, ilmu kebumian, ilmu kelautan, ilmu perkapalan, sampai ilmu militer.
”Saya harus menguasai sistem engineer dari masing-masing ilmu tersebut. Kalau cuma ngerti manajemennya saja, niscaya akan dikomplain,” kata laki-laki yang menjadi dosen ITN semenjak 1995 tersebut.
Apalagi pemasangan rudal bukanlah sesuatu yang remeh. Risikonya sangat besar. Sebab, yang beliau tangani yakni benda dengan bobot besar dan bisa meledak. ”Kalau ada satu saja yang bermasalah, kapal bisa tenggelam,” ungkap alumnus S-2 Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) ini.
Meski sudah resign dari PT PAL pada 2014 lalu, Kartiko tetap mendapat iktikad untuk memasang rudal kapal perang. Belakangan, Kartiko lebih sering menjadi konsultan dan pembina untuk proyek-proyek pemasangan rudal.
”Saat ini saya bersama Kementerian Pertahanan (Kemenhan) dan Universitas Pertahanan Indonesia (Unhan) juga sedang concern (perhatian) untuk menciptakan konsep sistem pengindraan di batas negara. Selain itu, dalam waktu dekat, beliau ada aktivitas menjadi pembicara untuk konsep industri pertahanan di serikat pekerja PT PAL,” jelas bapak tiga anak ini.
Dalam waktu bersahabat ini, Kartiko juga mempunyai rencana melanjutkan studi S-3. Dia ingin memperdalam ilmu soal bahan-bahan komposit dalam sistem persenjataan.
Kartiko menyatakan, motivasinya untuk terus berguru tak pernah surut. Apalagi, beliau melihat, tingkat iktikad forum di dalam negeri terhadap mahir rudal menyerupai dirinya masih terbilang rendah.
Dia mengakui, lembaga-lembaga di dalam negeri lebih percaya pada tenaga asing. ”Padahal, belum tentu orang dari luar negeri itu lebih mahir sehingga saya masih harus terus memperlihatkan pembuktian lebih banyak lagi,” pungkas dia.
[Ermawati] Foto Presiden RI ke-3, B.J. Habibie, terpampang di ruang kerja Ir Kartiko Ardi Widodo MT di ruang Perkumpulan Pengelola Pendidikan Umum dan Teknologi Nasional (P2PUTN) di Jalan Tenes, Kota Malang. Keberadaan foto itu seakan-akan memperlihatkan betapa kagumnya Kartiko pada sosok presiden berlatar belakang ilmuwan tersebut.
Apalagi Kartiko menggeluti bidang yang hampir sama dengan Habibie. Bila Habibie dikenal sebagai mahir pesawat terbang, maka Kartiko merupakan ahlinya kapal perang. Secara khusus, laki-laki 49 tahun ini punya keahlian memasang rudal pada kapal-kapal perang.
Ada sejumlah kapal perang milik Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (AL) yang pernah beliau garap. Di antaranya, Kapal Republik Indonesia (KRI) Hiu, KRI Layang, KRI Todak, KRI Abdul Halim Perdanakusuma, KRI Yos Sudarso, KRI Diponegoro, KRI Hasanuddin, sampai KRI Oswald Siahaan.
Jenis maupun asal rudal itu pun beragam. Di antaranya, rudal Exocet buatan Prancis yang pernah beliau pasang untuk KRI Diponegoro dan KRI Hasanuddin, sampai rudal Yakhont buatan Rusia yang beliau pasang untuk KRI Owa.
Yakhont sekaligus menjadi rudal terbesar yang pernah dipasang oleh Kartiko. Rudal itu mempunyai panjang 9 meter dengan berat sekitar 3 ton.
Sementara daya jangkauannya mencapai 300 kilometer dengan kecepatan 750 meter per detik atau 2,5 kali kecepatan suara. ”Ini (rudal Yakhont) yakni teristimewa yang pernah saya kerjakan,” ujar dosen Teknik Elektro Institut Teknologi Nasional (ITN) Malang ini.
Tak melulu di dalam negeri, Kartiko juga dipercaya menjadi mahir pemasang rudal untuk sejumlah kapal perang milik negara lain. Di antaranya, Belanda menjadi negara yang paling sering memanfaatkan jasanya.
Kartiko pernah menggarap pemasangan rudal untuk kapal selam Schelde Naval Vlissingen milik Angkatan Laut Belanda. Selain itu, Kartiko juga menjadi mahir pemasangan rudal untuk kapal perang milik Selandia Baru, Swiss, Prancis, sampai Brasil.
Tak semua orang yang punya kesempatan dan mendapat iktikad untuk menjadi pemasang rudal. Sebuah profesi yang dulunya sempat tidak terpikirkan oleh Kartiko.
Pria kelahiran Malang, 27 Juli 1968, ini mengaku punya harapan menjadi dokter. Tapi, menamatkan studinya di SMAN 3 Malang pada 1987 silam, beliau malah menentukan untuk kuliah di Jurusan Teknik Elektro Universitas Brawijaya (UB). ”Niatnya iseng sih. Tapi, balasannya keterima dan lama-lama menyukainya,” ujar dia.
Setelah lulus kuliah, Kartiko sempat bekerja di pecahan produksi PT Astra. Tapi, hanya setahun berada di sana, Kartiko mendapat kesempatan untuk bekerja di Badan Pengendali Industri Strategis (BPIS) Negara. Tak lama, beliau lantas ditempatkan di PT PAL Indonesia (Persero) di Surabaya.
Di PT PAL Surabaya, Kartiko meniti karirnya dari posisi paling bawah. Dia menjadi teknisi pada 1993–1996. Spesialisasinya yakni bidang elektronika, navigasi, dan telekomunikasi.
Dalam perjalanannya, beliau mulai terlibat sebagai teknisi di beberapa proyek pemerintah. Mulai pengeboran lepas pantai, pengeboran darat, pembangkit listrik, kapal niaga, dan kapal tanker.
Selama bekerja di PT PAL, Kartiko mendapat kesempatan untuk mengikuti aktivitas transfer of technology (ToT) di luar negeri. Dia mengambil spesialisasi untuk sistem persenjataan, khususnya rudal.
Kartiko masih ingat, ToT pertamanya digelar di Jerman pada 1994 silam. Seleksinya cukup ketat alasannya diikuti 100 orang warga negara Indonesia (WNI). ”Kebanyakan mereka lulusan luar negeri. Dari 100 orang itu, hanya dipilih lima orang. Salah satunya saya,” ungkapnya.
Sejak 1994 itu, ada beberapa ToT yang beliau ikuti. ToT itu menciptakan Kartiko punya keahlian dan kemampuan yang komplet sebagai engineer pemasang rudal. Di antaranya, penguasaan sistem komunikasi, rekayasa perangkat lunak, aeromaritime, sampai sensor terpadu sistem tempur.
Menjadi spesialis rudal, kata Kartiko, memang harus memahami banyak hal. Seorang mahir rudal yang baik dituntut untuk menguasai disiplin ilmu lainnya. Mulai dari mekanika, konstruksi, ilmu komputer, ilmu jaringan komputer, ilmu geodesi, ilmu kebumian, ilmu kelautan, ilmu perkapalan, sampai ilmu militer.
”Saya harus menguasai sistem engineer dari masing-masing ilmu tersebut. Kalau cuma ngerti manajemennya saja, niscaya akan dikomplain,” kata laki-laki yang menjadi dosen ITN semenjak 1995 tersebut.
Apalagi pemasangan rudal bukanlah sesuatu yang remeh. Risikonya sangat besar. Sebab, yang beliau tangani yakni benda dengan bobot besar dan bisa meledak. ”Kalau ada satu saja yang bermasalah, kapal bisa tenggelam,” ungkap alumnus S-2 Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) ini.
Meski sudah resign dari PT PAL pada 2014 lalu, Kartiko tetap mendapat iktikad untuk memasang rudal kapal perang. Belakangan, Kartiko lebih sering menjadi konsultan dan pembina untuk proyek-proyek pemasangan rudal.
”Saat ini saya bersama Kementerian Pertahanan (Kemenhan) dan Universitas Pertahanan Indonesia (Unhan) juga sedang concern (perhatian) untuk menciptakan konsep sistem pengindraan di batas negara. Selain itu, dalam waktu dekat, beliau ada aktivitas menjadi pembicara untuk konsep industri pertahanan di serikat pekerja PT PAL,” jelas bapak tiga anak ini.
Dalam waktu bersahabat ini, Kartiko juga mempunyai rencana melanjutkan studi S-3. Dia ingin memperdalam ilmu soal bahan-bahan komposit dalam sistem persenjataan.
Kartiko menyatakan, motivasinya untuk terus berguru tak pernah surut. Apalagi, beliau melihat, tingkat iktikad forum di dalam negeri terhadap mahir rudal menyerupai dirinya masih terbilang rendah.
Dia mengakui, lembaga-lembaga di dalam negeri lebih percaya pada tenaga asing. ”Padahal, belum tentu orang dari luar negeri itu lebih mahir sehingga saya masih harus terus memperlihatkan pembuktian lebih banyak lagi,” pungkas dia.
0 Response to "Info!! Terkesan Ketika Pasang Rudal Buatan Rusia Meski Harus Bertaruh Nyawa"
Post a Comment